PENGERTIAN
REDENOMINASI
Menurut Bank Indonesia, Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi
(pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit
(angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam hal ini, redenominasi
hanya berusaha menyederhankan nilai matauang sekaligus nilai suatu barang. Ini
dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta
akan terasa lebih ringan dan sederhana. Akan sangat berbeda kaitannya dengan
istilah Sanering yaitu pemangkasan / pemotongan nilai mata uang yang tidak
diikuti dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya
beli rendah karena biaya yang terlalu terkesan mahal. Redenominasi dapat
membantu tingkat inflasi apabila diterapkan dalam suatu Negara.
Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada
harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Maksudnya,
kalau hari ini seporsi nasi goreng bisa dibeli dengan harga Rp. 10.000,-. Lalu
besok dilakukan redenominasi tiga digit, dari Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1,-. Maka
untuk membeli seporsi nasi goreng kita hanya perlu membayar Rp. 10,- dengan
pecahan mata uang baru. Berbeda halnya dengan Sanering dimana terjadi
pemotongan nilai mata uang tetapi harga barang tetap pada status yang lama,
sehingga ketika nasi goring hari ini harganya adalah Rp 10.000, dan sudah
diterapkan Redenominasi Rupiah sebesar 3 digit, sehingga nilai mata uang Rp
10.000 menjadi Rp 10, akan berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat
terhadap nasi goreng karena ketidakseimbangan antara harga nasi goring dengan
nilai mata uang, yang member kesan lemah kepada nilai mata uang.
Sanering ini
sudah pernah dilakukan di Indonesia pada jaman Soekarno sekitar tahun 1959,
sedangkan untuk Redenominasi belum pernah dilakukan hingga hari ini.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar dan melihat tentang banyaknya wacana BANK
INDONESIA perihal redenominasi terhadap rupiah.Banyak pihak-pihak yang pro dan
kontra perihal masalah ini, namun banyak pihak yang belum memahami perihal
redenominasi tersebut dan apa pengaruh redenominasi tersebut baik dari segi
positif maupun dari segi negatifnya. Menurut Gubernur Bank Indonesia terbaru
Darmin Nasution Redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga
maupun nilai mata uang. Artinya pecahan mata uang di sederhanakan tanpa
mengurangi nilai dari mata uang tersebut. Misalnya Rp.10.000 menjadi Rp.10,
Rp.1000 menjadi Rp.1 dan seterusnya, tetapi nilai mata uang sebelum dan sesudah
redenominasi itu nilainya tetap sama. Menurut Ensiklopedia Bahasa Indonesia
lebih tepatnya Redenominasi Rupiah adalah pemotongan mata uang menjadi lebih
kecil tanpa merubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan
moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin lemah dengan
kata lain harga produk dan jasa harus di tuliskan denagn jumlah yang lebih
besar,ketika angka-angka ini semakin membesar mereka dapat mempengaruhi
transaksi harian karena resiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah
uang lembaran yang harus dibawa atau karena resiko psikologi manusia yang tidak
efektif perhitungan angka dalam jumlah yang besar,maka pihak yang berwewenang
dapat menangani masalah ini dengan redenominasi.
Yang menjadi masalah dalam masyarakat saat ini adalah ketakutan jika
redenominasi tersebut dapat berpengaruh pada daya beli masyarakat seperti
sanering yang terjadi pada jaman Soekarno yang mempengaruhi daya beli
masyarakat dan berpengaruh pada perekonomian nasional. Gubernur Bank Indonesia,Narmin
Nasution menegaskan bahwa Redenominasi bukanlah merupakan pemotongan daya beli
masyarakat melalui nilai mata uang seperti pada istilah sanering ”Redenominasi
sama sekali tidak merugikan masyarakat karena redenominasi berbeda dengan
sanering atau pemotongan,dalam redenominasi niali uang terhadap barang tidak
akan berubah yang terjadi hanyalah penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa
penghilangan beberapa digit angka nol” ujar Darmin Nasution.
Redenominasi biasanya dilakukan dalam situasidan kondisi ekonomi yang stabil
dan menuju ke arah yang lebih sehat sedangkan sanering adalah pemotongan nilai
mata uang dalam kondisi perekonomianyang tidak sehat yaitu dengan memotong
nilai uangnya saja. Redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan sistem
akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi
perekonomian. Walaupun telah banyak penjelasan yang diutarakan oleh Bank
Indonesia mengenai perbedaan antara Sanering dan Redenominasi namun tetap saja
banyak masyarakat yang menganggap bahwa antara sanering dan Redenominasi
hanyalah perbedaan istilah yang mempunyai makna yang sama yang akan berpengaruh
pada daya beli masyarakatdan perekonomian nasional. Secara lebih rinci Bank
Indonesia menjelaskan perbedaan antara Redenominasi dan Sanering diantaranya
adalah pada redenominasi tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama
sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun
drastis, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien
dan nyaman dalam melakukan transaksi dam mempersiapkan kesetaraan ekonomi
Indonesia dengan ekonomi regional sedangkan sanering bertujuan mengurangi
jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga biasanya dilakukan karena
inflasi yang sangat tinggi,pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak
berubah karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang
disesuaikan sedangkan pada sanering nilai uang terhadap barang berubah menjadi
lebih kecil karena yang dipotong adalah nilainya, redenominasi dilakukan saat
kondisi makro ekonomi stabil ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali sedangkan
pada sanering dilakukan pada saat keadaan makro ekonomi yang tidak sehat dan
ketika situasi inflasi yang sangat tinggi, redenominasi disiapkan secara matang
dan terukur sampai masyarakat siap agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat
sedangkan pada sanering tidak ada masa transisi dan biasanya dilakukan secara
tiba-tiba. Seberapa kerasnya usaha Bank Indonesia untuk menjelaskan bahwa
redenominasi jamun tak dapat dipungkiri jika masyarakat cukup paham
dampak-dampak redenominasi baik itu dari segi positif maupun negatif, bila kita
melihat dari sudut pamndang masyarakat dan melepaskan pengaruh Bank Indonesia
mak untuk kebijakan ini Bank Sentral harus menarik semua mata uang lama dan
mencetak mata uang yang baru tapi ini hanyalah dampak yang paling yangdapat
diatasi oleh Bank Indonesia, justru kelompok korporat swasta yang akan
menanggung banyak dampak dari redenominasi. Bank-bank swasta harus merubah
sistem mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) agar sesuai dengan nominal yang baru
atau mungkin malah menarik semua ATM yang lama dan menggantinya dengan yang
baru jika memang pemerintah merubah total bentuk fisik dan ukuran kertas mata
uang yang baru. Operasi perubahan maupun penggantian mesin pasti akan memakan
biaya yang cukup mahal, mungkin tidak setinggi biaya untuk mencetak uang-uang
baru tetapi disini pihak swastalah yang menanggung beban. Selain itu masih
banyak permasalahan yang akan dihadapi sebagai dampak dari redenominasi
tersebut, penghilangan jumlah nol akan mengacaukan perhitungan akuntansi yang
telah terkomputensasi dan jika itu terjadi di seluruh negri dan menimpa
kantor-kantor pemerintah dan swasta maka akan terjadi bencana administrasi
nasional. Dampak lainnya yang perlu diperhatikan dengan cermat adalah adanya
potensi pembulatan harga ke atas dengan alasan untuk mempermudah transaksi,
harga barang aseanyang dahulunya adalah Rp.1700 setelah adanya redenominasi
harganya akan berubah menjadi Rp.1,7 dan kemudian harganya akan dibulatkan
menjadi Rp.2. Tentu saja secara luas praktik ini akan mengakibatkan semakin
tingginya tingkat inflasi. Sebelum melakukan redenominasi ini hendaknya Bank
Indonesia meyakinkan infrastruktur yang terkait dengan dampak redenominasi sudah
disesuaikan dan di setting sedemikian rupa sehingga kompatibel dengan mata uang
baru dengan lebih sedikit nol. Biaya penyesuain infrastruktur akibat
redenominasi mungkin akan lebih besar dari perkiraan pemerintah karena
pemerintah harus menjangkau semua sektor ekonomi yang terancam terkena dampak
redenominasi tersebut. Redenominasi adalah kebijakan yang tepat tetapi
sebaiknya dipersiapkan panjang dan matang sebelum akhirnya direalisasikan dan
sebisa mungkin menutup flaw yang mungkin
terjadi dalam implementasinya. Perlu ditekankan disini bahwa pokok permasalahan
bukan hanya sekedar mensosialisasikan masalah ini ke pihak-pihak yang terkait
lebih dari itu redenominasi menuntut perubahan infrastruktur dan administrasi
secara masif atau ekonomi negri kita akan digoncang prahara pembukuan terkait
dengan dampak redenominasi. Dalam tahapan riset mengenai Redenominasi, Bank
Indonesia akan secara aktif melakukan diskusi dengan berbagai pihak untuk
mencari masukan dan hasilnya akan diserahkan kepada pihak-pihak terkait agar
dapat menjadi komitmen nasional, selain itu Bank Indonesia secara aktif
melakukan kajian Redenominasi Rupiah dimana hal ini terkait dengan pelaksanaan
integrasi masyarakat ekonomi regional seperti ASEAN.
Redenominasi membutuhkan waktu sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang
wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni mata uang lama yang
belum dipotong dan mata uang baru yang nol nya sudah dipotong,sehingga tercipta
control publik. Beberapa faktor yang mendukung suksesnya program redenominasi
ini adalah ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran yang rendah denagn
pergerakan yang stabil,stabilitas perekonomian yang terjaga serta adanya
jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan
masyarakat.
TUJUAN
REDENOMINASI
Tujuan utama
dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar
lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan penyederhanaan ini,
setiap orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan transaksi karena pecahan
mata uang yang harus dibawa dalam setiap melakukan transaksi tidak terlalu
banyak. Penyederhanaan pecahan mata uang ini akan sangat membantu semua orang
di berbagai bidang aktivitas dan pekerjaan, memberikan cara yang lebih efisien
bagi setiap orang dan memberikan kenyaman yang berarti. Selain itu, tujuan yang
lain adalah mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Di dalam wilayah ASEAN daerah yang masih memiliki pecahan mata uang hingga
ribuan adalah Indonesia dan Vietnam, ini menyebabkan bahwa negara kita masih
belum menunjukkan tingkat efisiensi dalam nilai mata uang. Hal ini harus lebih
menjadi perhatian bersama karena menyangkut soal harga diri bangsa di
tengah-tengah dunia, sehingga mata uang rupiah tidak dianggap sebagai mata uang
murahan oleh negara lain. Dengan bahasa yang lebih sederhana bisa dikatakan
bahwa redenominasi dilakukan untuk meningkatkan harga diri Indonesia di dunia
internasional. Karena selama ini hanya ada 3 negara yang pecahan mata
uangnya hingga ribuan, yaitu: Indonesia, Vietnam dan Zimbabwe.
SYARAT
REDENOMINASI
Menurut ekonom
UGM, A. Tony Prasetiono, redenominasi dapat dilakukan bila 2 syarat berikut
terpenuhi:
- Inflasi stabil di bawah 5% selama 4 tahun berturut-turut.
- Negara memiliki cadangan devisa 100 – 200 miliar.
TAHAPAN
REDENOMINASI
Meskipun menurut Wakil Presiden Boediono, redenominasi rupiah masih menjadi
wacana, namun Bank Indonesia sudah membuat tahapan redenominasi:
- 2011-2012: tahap sosialisasi. Bank Indonesia akan mensosialisasikan redenominasi kepada masyarakat. Semua sistem akuntansi, pencatatan dan sistem informasi akan disesuaikan secara bertahap.
- 2013-2015: tahap transisi. Bank Indonesia akan menerbitkan pecahan mata uang baru yang nilainya 1.000 kali uang lama. Dalam tahap ini barang akan diberi dua label, yaitu label harga lama dan label harga baru.
- 2016-2018: tahap penarikan uang lama. Bank Indonesia akan menarik uang lama. Sehingga diharapkan pada akhir 2018 mata uang lama sudah tidak beredar lagi.
- 2019-2020: tahap pemantapan. Bank Indonesia akan mengganti uang baru yang bertuliskan “uang baru” dengan uang baru yang tidak memiliki tulisan baru tersebut. Sehingga diharapkan pada tahun 2021 redenominasi rupiah telah selesai/
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan redenominasi
rupiah, yaitu:
- Diperlukan biaya yang besar untuk mencetak uang baru.
- Diperlukan biaya yang besar untuk melakukan sosialisasi.
- Pemahaman masyarakat harus diperbaiki agar jangan sampai masyarakat mengira pemerintah melakukan sanering.
- Eksportir harus siap. Karena dalam hal terjadi redenominasi, maka yang paling dirugikan adalah eksportir.
- Dari segi peraturan perundang-undangan juga harus siap, terutama peraturan yang mengatur mengenai denda.
- Dari segi teknologi juga harus siap. Jangan sampai karena kesalahan sistem komputer bank, muncul banyak orang kaya baru.
PERBEDAAN ANTARA REDENOMINASI DAN SANERING
Table
Perbandingan Redenominasi dan Sanering
Redenominasi
|
Sanering
|
|
Definisi
|
Penyederhanaan
nominal mata uang. Nilai mata uang tidak berubah
|
Pemotongan
nilai mata uang. Nilai mata uang berubah sesuai dengan keputusan pemotongan
|
Penyebab
|
Nominal mata
uang yang beredar dirasa terlalu besar sehingga in-efficient
|
Nilai mata
uang anjlok (yang terlihat dari melonjaknya harga barang-barang)
|
Waktu
|
Ketika
perekonomian dalam kondisi sehat dan stabil atau dengan kata lain terencana.
|
Ketika
perekonomian dalam kondisi tidak sehat/tertekan hebat. Kondisi darurat/tidak
terencana
|
Syarat-syarat
|
-
Pertumbuhan ekonomi tinggi
-
Inflasi rendah dan stabil
-
Daya beli masyarakat baik
-
Adanya jaminan stabilitas harga
-
Adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat
|
-
Pertumbuhan ekonomi melambat
-
Inflasi tinggi dan cepat
-
Daya beli masyarakat lemah
|
Menurut BI uang dengan nominal besar kurang efisien serta
merepotkan pembayaran. Oleh karena itu nantinya kebijakan tersebut akan
bermanfaat besar bagi perekonomian yang akan membuat pencatatan dan pembukuan akuntansi
akan lebih efisien.
Gambaran Penerapan Redenominasi Pada
Suatu Negara
Belajar Kesuksesan Redenominasi dari Lira Turki : Redenominasi menjadi istilah
yang paling banyak didiskusikan dalam beberapa waktu terakhir, mulai dari
ibu-ibu rumah tangga hingga ke pengusaha kelas kakap.Topiknya bisa sama, tetapi
kesimpulannya berbeda-beda. Ada yang langsung paham, dan banyak juga yang
bingung. Hal yang menghawatirkan karena istilah redenominasi langsung dikaitkan
dengan sanering, yaitu pemotongan nilai tukar uang.
Redenominasi berbeda seratus persen dengan sanering. Redenominasi dapat
diartikan sebagai penyederhanaan satuan nilai mata uang yang diikuti
penyederhanaan nilai barang. Sementara sanering adalah pemotongan nilai mata
uang yang tidak diikuti penyederhanaan nilai barang. Redenominasi belum pernah
dilakukan di Indonesia sementara sanering sudah pernah dilakukan puluhan tahun
yang lalu untuk mengantisipasi inflasi tinggi yang telah membuat rupiah tidak
memiliki nilai sama sekali.
Bayangkan jika Anda memiliki uang Rp 1.000.000. Anggap uang sebesar itu bisa
membeli satu telepon seluler baru. Kemudian, pemerintah melakukan redenominasi
rupiah dari sebelumnya Rp 1.000.000 menjadi Rp 1.000. Setelah redenominasi,
uang baru senilai Rp 1.000 bisa dipakai membeli satu telepon seluler serupa.
Secara teoretis hanya itulah yang akan terjadi setelah redenominasi, yang
artinya penggunaan mata uang baru dengan tujuan menggantikan mata uang lama.
Bedanya, angka nominal yang tertera pada mata uang baru akan menjadi lebih
kecil, biasanya dengan mengurangi jumlah angka nol.
Berdasarkan bukti empiris, jika syarat-syarat dipenuhi, redenominasi tidak akan
mengurangi nilai penghasilan riil. Redenominasi juga tidak akan mengurangi
kemampuan daya beli mata uang lama, yang akan digantikan dengan uang baru.
Salah satu negara yang tergolong relatif sukses melakukan redenominasi adalah
Turki, seperti tertulis dalam makalah ”The National Currency Re-Denomination
Experience in Several Countries—a Comparative Analysis” oleh Duca Ioana, dosen
dari Titu Maiorescu University Bucharest, Romania.
Romania juga tergolong sukses melakukan redenominasi sehubungan dengan niatnya
bergabung dengan zona euro. Steve Hanke adalah ekonom AS yang pernah mencoba
menerapkan redenominasi pada akhir Orde Baru di Indonesia, tetapi batal. Namun,
dia mengajari Bulgaria melakukan redenominasi yang tergolong berhasil.
Juga dalam rangka persiapan memasuki keanggotaan Uni Eropa, walau agak berat,
Turki memutuskan redenominasi pada tahun 1998.
Setelah persiapan tujuh tahun, mulai 1 Januari 2005, pada awal tahun anggaran,
Turki melakukan redenominasi terhadap lira. Redenominasi dilakukan di awal
tahun anggaran dengan tujuan agar semua catatan pembukuan keuangan negara dan
perusahaan langsung menggunakan mata uang baru dengan angka nominal yang lebih
kecil.
Setelah redenominasi, semua mata uang lama dikonversikan ke mata uang baru.
Jika nama mata uang lama adalah lira Turki dengan simbol TL, maka mata uang
baru diberi kode YTL yang artinya uang baru lira Turki. Huruf Y adalah
singkatan dari yeni dalam bahasa Turki, yang artinya 'baru'.
Kurs konversi adalah 1 YTL untuk 1.000.000 TL. Turki menghilangkan enam angka
nol. Mata uang kertas lama TL memiliki angka nominal tertinggi, yaitu
20.000.000 TL, dan pada 1 Januari 2005 menjadi 20 YTL.
Setelah redenominasi, Turki memiliki mata uang kertas baru, yakni 1 YTL
(menggantikan 1.000.000 TL), dan 5 YTL, 10 YTL, 20 YTL, 50 YTL, dan 100 YTL.
Turki memiliki uang kertas lama dengan nilai paling rendah 50.000 TL. Setelah 1
Januari menjadi 0,050 YTL alias 5 sen (5 YKr). Untuk mengakomodasi ini, Pemerintah
Turki juga mengeluarkan uang logam pecahan, mulai dari 1 YKr, 5 YKr, 10 YKr, 25
YKr, dan 50 YKr.
YKr adalah singkatan dari yeni kurus atau sen baru dalam wujud koin. Sebanyak
100 YKr setara dengan 1 YTL.
Selain mengeluarkan mata uang keras 1 YTL, Turki juga mengeluarkan pecahan baru
dalam bentuk koin setara 1 TRL yang nilainya setara dengan 100 YKr.
Turki melakukan redenominasi lewat beberapa tahap. Tahap pertama, mata uang TL
dan YTL tetap beredar secara simultan selama setahun. Setelah setahun, mata
uang TL akan ditarik. Waktu setahun ini bertujuan agar warga memiliki waktu
leluasa menggantikan TL ke YTL.
Pada tahap kedua, seperti di banyak negara, setelah beberapa tahun, mata uang
YTL dikembalikan menjadi TL. Dengan kata lain, penggunaan TL dengan angka
nominal baru dipulihkan.
Untuk membantu pengenalan mata uang baru dan untuk menghindari kebingungan
dalam proses penggunaan YTL dari TL, dua mata uang dengan daya beli serupa itu
dicetak dalam warna dan desain serupa. Misalnya, desain dan warga mata uang 1
YTL sama dengan 1.000.000 TL.
Syarat sukses redenominasi Turki, sebelumnya Polandia dengan zloty, adalah
keharusan negara pelaku redenominasi melakukan stabilisasi harga dan mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Penolakan
Redenominasi
Dalam makalah yang berjudul ”Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency
Redenomination in Developing Nations”, Layna Mosley dari Department of
Political Science University of North Carolina Chapel Hill, NC, AS, mengatakan,
redenominasi an sich tidak otomatis menurunkan inflasi.
Hal itu juga dinyatakan Profesor Mike Kwanashie pada 5 Januari 2009. Mike, yang
saat itu penasihat Pemerintah Nigeria, menunjukkan, Zimbabwe, Brasil,
Argentina, Rusia, dan Ghana gagal dalam melakukan redenominasi karena kegagalan
mengendalikan inflasi dan tak mampu mendorong pertumbuhan.
Di Rusia, redenominasi bahkan dianggap sebagai instrumen tak langsung
pemerintah merampok kekayaan rakyat. Dalam 85 tahun terakhir, ada 50 negara
yang melakukan redenominasi. Negara pertama adalah Jerman pada tahun 1923
karena hiperinflasi dengan mengurangi 12 angka nol.
Korea Utara pada akhir tahun 2009 melakukan redenominasi dengan menjadi 100 won
menjadi 1 won. Namun, saat warga hendak menggantikan uang lama won ke uang
baru, stok uang baru tidak ada. Melihat kegagalan banyak negara itu, dan
menyadari Nigeria tidak siap melakukan reformasi ekonomi, Kwanashie menolak
redenominasi atas naira Nigeria.
”Kurs yen Jepang berada di atas angka 100 per dollar AS. Apa masalahnya? Jepang
tetap merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia,” kata
Kwanashie.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diketahui perbedaan antara denominasi dengan
sanering. Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang
menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa
mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam hal ini, redenominasi hanya berusaha
menyederhankan nilai matauang sekaligus nilai suatu barang. Ini dimaksudkan
agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta akan terasa
lebih ringan dan sederhana. Sedangkan sanering adalah pemangkasan/ pemotongan
nilai mata uang yang tidak diikuti dengan penyederhanaan nilai suatu barang,
sehingga menyebabkan daya beli rendah karena biaya yang terlalu terkesan mahal.
Tujuan utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan
pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan
penyederhanaan ini, setiap orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan
transaksi karena pecahan mata uang yang harus dibawa dalam setiap melakukan
transaksi tidak terlalu banyak. Dan tahapan dari redenominasi adalah tahap
sosialisasi, tahap transisi, tahap penarikan uang lama, dan tahap pemantapan.