> expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Pages

Jumat, 31 Mei 2013

REDENOMINASI



PENGERTIAN REDENOMINASI
      Menurut Bank Indonesia, Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam hal ini, redenominasi hanya berusaha menyederhankan nilai matauang sekaligus nilai suatu barang. Ini dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta akan terasa lebih ringan dan sederhana. Akan sangat berbeda kaitannya dengan istilah Sanering yaitu pemangkasan / pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya beli rendah karena biaya yang terlalu terkesan mahal. Redenominasi dapat membantu tingkat inflasi apabila diterapkan dalam suatu Negara.
      Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Maksudnya, kalau hari ini seporsi nasi goreng bisa dibeli dengan harga Rp. 10.000,-. Lalu besok dilakukan redenominasi tiga digit, dari Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1,-. Maka untuk membeli seporsi nasi goreng kita hanya perlu membayar Rp. 10,- dengan pecahan mata uang baru. Berbeda halnya dengan Sanering dimana terjadi pemotongan nilai mata uang tetapi harga barang tetap pada status yang lama, sehingga ketika nasi goring hari ini harganya adalah Rp 10.000, dan sudah diterapkan Redenominasi Rupiah sebesar 3 digit, sehingga nilai mata uang Rp 10.000 menjadi Rp 10, akan berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat terhadap nasi goreng karena ketidakseimbangan antara harga nasi goring dengan nilai mata uang, yang member kesan lemah kepada nilai mata uang.
Sanering ini sudah pernah dilakukan di Indonesia pada jaman Soekarno sekitar tahun 1959, sedangkan untuk Redenominasi belum pernah dilakukan hingga hari ini.
      Akhir-akhir ini kita sering mendengar dan melihat tentang banyaknya wacana BANK INDONESIA perihal redenominasi terhadap rupiah.Banyak pihak-pihak yang pro dan kontra perihal masalah ini, namun banyak pihak yang belum memahami perihal redenominasi tersebut dan apa pengaruh redenominasi tersebut baik dari segi positif maupun dari segi negatifnya. Menurut Gubernur Bank Indonesia terbaru Darmin Nasution Redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Artinya pecahan mata uang di sederhanakan tanpa mengurangi nilai dari mata uang tersebut. Misalnya Rp.10.000 menjadi Rp.10, Rp.1000 menjadi Rp.1 dan seterusnya, tetapi nilai mata uang sebelum dan sesudah redenominasi itu nilainya tetap sama. Menurut Ensiklopedia Bahasa Indonesia lebih tepatnya Redenominasi Rupiah adalah pemotongan mata uang menjadi lebih kecil tanpa merubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin lemah dengan kata lain harga produk dan jasa harus di tuliskan denagn jumlah yang lebih besar,ketika angka-angka ini semakin membesar mereka dapat mempengaruhi transaksi harian karena resiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah uang lembaran yang harus dibawa atau karena resiko psikologi manusia yang tidak efektif perhitungan angka dalam jumlah yang besar,maka pihak yang berwewenang dapat menangani masalah ini dengan redenominasi.
      Yang menjadi masalah dalam masyarakat saat ini adalah ketakutan jika redenominasi tersebut dapat berpengaruh pada daya beli masyarakat seperti sanering yang terjadi pada jaman Soekarno yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan berpengaruh pada perekonomian nasional. Gubernur Bank Indonesia,Narmin Nasution menegaskan bahwa Redenominasi bukanlah merupakan pemotongan daya beli masyarakat melalui nilai mata uang seperti pada istilah sanering ”Redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan,dalam redenominasi niali uang terhadap barang tidak akan berubah yang terjadi hanyalah penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol” ujar Darmin Nasution.
      Redenominasi biasanya dilakukan dalam situasidan kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang dalam kondisi perekonomianyang tidak sehat yaitu dengan memotong nilai uangnya saja. Redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. Walaupun telah banyak penjelasan yang diutarakan oleh Bank Indonesia mengenai perbedaan antara Sanering dan Redenominasi namun tetap saja banyak masyarakat yang menganggap bahwa antara sanering dan Redenominasi hanyalah perbedaan istilah yang mempunyai makna yang sama yang akan berpengaruh pada daya beli masyarakatdan perekonomian nasional. Secara lebih rinci Bank Indonesia menjelaskan perbedaan antara Redenominasi dan Sanering diantaranya adalah pada redenominasi tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi dam mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan ekonomi regional sedangkan sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga biasanya dilakukan karena inflasi yang sangat tinggi,pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan sedangkan pada sanering nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil karena yang dipotong adalah nilainya, redenominasi dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali sedangkan pada sanering dilakukan pada saat keadaan makro ekonomi yang tidak sehat dan ketika situasi inflasi yang sangat tinggi, redenominasi disiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat sedangkan pada sanering tidak ada masa transisi dan biasanya dilakukan secara tiba-tiba. Seberapa kerasnya usaha Bank Indonesia untuk menjelaskan bahwa redenominasi jamun tak dapat dipungkiri jika masyarakat cukup paham dampak-dampak redenominasi baik itu dari segi positif maupun negatif, bila kita melihat dari sudut pamndang masyarakat dan melepaskan pengaruh Bank Indonesia mak untuk kebijakan ini Bank Sentral harus menarik semua mata uang lama dan mencetak mata uang yang baru tapi ini hanyalah dampak yang paling yangdapat diatasi oleh Bank Indonesia, justru kelompok korporat swasta yang akan menanggung banyak dampak dari redenominasi. Bank-bank swasta harus merubah sistem mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) agar sesuai dengan nominal yang baru atau mungkin malah menarik semua ATM yang lama dan menggantinya dengan yang baru jika memang pemerintah merubah total bentuk fisik dan ukuran kertas mata uang yang baru. Operasi perubahan maupun penggantian mesin pasti akan memakan biaya yang cukup mahal, mungkin tidak setinggi biaya untuk mencetak uang-uang baru tetapi disini pihak swastalah yang menanggung beban. Selain itu masih banyak permasalahan yang akan dihadapi sebagai dampak dari redenominasi tersebut, penghilangan jumlah nol akan mengacaukan perhitungan akuntansi yang telah terkomputensasi dan jika itu terjadi di seluruh negri dan menimpa kantor-kantor pemerintah dan swasta maka akan terjadi bencana administrasi nasional. Dampak lainnya yang perlu diperhatikan dengan cermat adalah adanya potensi pembulatan harga ke atas dengan alasan untuk mempermudah transaksi, harga barang aseanyang dahulunya adalah Rp.1700 setelah adanya redenominasi harganya akan berubah menjadi Rp.1,7 dan kemudian harganya akan dibulatkan menjadi Rp.2. Tentu saja secara luas praktik ini akan mengakibatkan semakin tingginya tingkat inflasi. Sebelum melakukan redenominasi ini hendaknya Bank Indonesia meyakinkan infrastruktur yang terkait dengan dampak redenominasi sudah disesuaikan dan di setting sedemikian rupa sehingga kompatibel dengan mata uang baru dengan lebih sedikit nol. Biaya penyesuain infrastruktur akibat redenominasi mungkin akan lebih besar dari perkiraan pemerintah karena pemerintah harus menjangkau semua sektor ekonomi yang terancam terkena dampak redenominasi tersebut. Redenominasi adalah kebijakan yang tepat tetapi sebaiknya dipersiapkan panjang dan matang sebelum akhirnya direalisasikan dan sebisa mungkin menutup flaw yang mungkin terjadi dalam implementasinya. Perlu ditekankan disini bahwa pokok permasalahan bukan hanya sekedar mensosialisasikan masalah ini ke pihak-pihak yang terkait lebih dari itu redenominasi menuntut perubahan infrastruktur dan administrasi secara masif atau ekonomi negri kita akan digoncang prahara pembukuan terkait dengan dampak redenominasi. Dalam tahapan riset mengenai Redenominasi, Bank Indonesia akan secara aktif melakukan diskusi dengan berbagai pihak untuk mencari masukan dan hasilnya akan diserahkan kepada pihak-pihak terkait agar dapat menjadi komitmen nasional, selain itu Bank Indonesia secara aktif melakukan kajian Redenominasi Rupiah dimana hal ini terkait dengan pelaksanaan integrasi masyarakat ekonomi regional seperti ASEAN.
      Redenominasi membutuhkan waktu sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni mata uang lama yang belum dipotong dan mata uang baru yang nol nya sudah dipotong,sehingga tercipta control publik. Beberapa faktor yang mendukung suksesnya program redenominasi ini adalah ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran yang rendah denagn pergerakan yang stabil,stabilitas perekonomian yang terjaga serta adanya jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.

TUJUAN REDENOMINASI
Tujuan utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan penyederhanaan ini, setiap orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan transaksi karena pecahan mata uang yang harus dibawa dalam setiap melakukan transaksi tidak terlalu banyak. Penyederhanaan pecahan mata uang ini akan sangat membantu semua orang di berbagai bidang aktivitas dan pekerjaan, memberikan cara yang lebih efisien bagi setiap orang dan memberikan kenyaman yang berarti. Selain itu, tujuan yang lain adalah mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Di dalam wilayah ASEAN daerah yang masih memiliki pecahan mata uang hingga ribuan adalah Indonesia dan Vietnam, ini menyebabkan bahwa negara kita masih belum menunjukkan tingkat efisiensi dalam nilai mata uang. Hal ini harus lebih menjadi perhatian bersama karena menyangkut soal harga diri bangsa di tengah-tengah dunia, sehingga mata uang rupiah tidak dianggap sebagai mata uang murahan oleh negara lain. Dengan bahasa yang lebih sederhana bisa dikatakan bahwa redenominasi dilakukan untuk meningkatkan harga diri Indonesia di dunia internasional. Karena selama ini hanya ada 3 negara yang pecahan mata uangnya hingga ribuan, yaitu: Indonesia, Vietnam dan Zimbabwe.

SYARAT REDENOMINASI
Menurut ekonom UGM, A. Tony Prasetiono, redenominasi dapat dilakukan bila 2 syarat berikut terpenuhi:
  1. Inflasi stabil di bawah 5% selama 4 tahun berturut-turut.
  2. Negara memiliki cadangan devisa 100 – 200 miliar.

TAHAPAN REDENOMINASI
      Meskipun menurut Wakil Presiden Boediono, redenominasi rupiah masih menjadi wacana, namun Bank Indonesia sudah membuat tahapan redenominasi:
  1. 2011-2012: tahap sosialisasi. Bank Indonesia akan mensosialisasikan redenominasi kepada masyarakat. Semua sistem akuntansi, pencatatan dan sistem informasi akan disesuaikan secara bertahap.
  2. 2013-2015: tahap transisi. Bank Indonesia akan menerbitkan pecahan mata uang baru yang nilainya 1.000 kali uang lama. Dalam tahap ini barang akan diberi dua label, yaitu label harga lama dan label harga baru.
  3. 2016-2018: tahap penarikan uang lama. Bank Indonesia akan menarik uang lama. Sehingga diharapkan pada akhir 2018 mata uang lama sudah tidak beredar lagi.
  4. 2019-2020: tahap pemantapan. Bank Indonesia akan mengganti uang baru yang bertuliskan “uang baru” dengan uang baru yang tidak memiliki tulisan baru tersebut. Sehingga diharapkan pada tahun 2021 redenominasi rupiah telah selesai/
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan redenominasi rupiah, yaitu:
  • Diperlukan biaya yang besar untuk mencetak uang baru.
  • Diperlukan biaya yang besar untuk melakukan sosialisasi.
  • Pemahaman masyarakat harus diperbaiki agar jangan sampai masyarakat mengira pemerintah melakukan sanering.
  • Eksportir harus siap. Karena dalam hal terjadi redenominasi, maka yang paling dirugikan adalah eksportir.
  • Dari segi peraturan perundang-undangan juga harus siap, terutama peraturan yang mengatur mengenai denda.
  • Dari segi teknologi juga harus siap. Jangan sampai karena kesalahan sistem komputer bank, muncul banyak orang kaya baru.

PERBEDAAN ANTARA REDENOMINASI DAN SANERING
Table Perbandingan Redenominasi dan Sanering

Redenominasi
Sanering
Definisi
Penyederhanaan nominal mata uang. Nilai mata uang tidak berubah
Pemotongan nilai mata uang. Nilai mata uang berubah sesuai dengan keputusan pemotongan
Penyebab
Nominal mata uang yang beredar dirasa terlalu besar sehingga in-efficient
Nilai mata uang anjlok (yang terlihat dari melonjaknya harga barang-barang)
Waktu
Ketika perekonomian dalam kondisi sehat dan stabil atau dengan kata lain terencana.
Ketika perekonomian dalam kondisi tidak sehat/tertekan hebat. Kondisi darurat/tidak terencana
Syarat-syarat
-       Pertumbuhan ekonomi tinggi
-       Inflasi rendah dan stabil
-       Daya beli masyarakat baik
-       Adanya jaminan stabilitas harga
-       Adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat
-       Pertumbuhan ekonomi melambat
-       Inflasi tinggi dan cepat
-       Daya beli masyarakat lemah


Menurut BI uang dengan nominal besar kurang efisien serta merepotkan pembayaran. Oleh karena itu nantinya kebijakan tersebut akan bermanfaat besar bagi perekonomian yang akan membuat pencatatan dan pembukuan akuntansi akan lebih efisien.
Gambaran Penerapan Redenominasi Pada Suatu Negara
      Belajar Kesuksesan Redenominasi dari Lira Turki : Redenominasi menjadi istilah yang paling banyak didiskusikan dalam beberapa waktu terakhir, mulai dari ibu-ibu rumah tangga hingga ke pengusaha kelas kakap.Topiknya bisa sama, tetapi kesimpulannya berbeda-beda. Ada yang langsung paham, dan banyak juga yang bingung. Hal yang menghawatirkan karena istilah redenominasi langsung dikaitkan dengan sanering, yaitu pemotongan nilai tukar uang.
      Redenominasi berbeda seratus persen dengan sanering. Redenominasi dapat diartikan sebagai penyederhanaan satuan nilai mata uang yang diikuti penyederhanaan nilai barang. Sementara sanering adalah pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti penyederhanaan nilai barang. Redenominasi belum pernah dilakukan di Indonesia sementara sanering sudah pernah dilakukan puluhan tahun yang lalu untuk mengantisipasi inflasi tinggi yang telah membuat rupiah tidak memiliki nilai sama sekali.
      Bayangkan jika Anda memiliki uang Rp 1.000.000. Anggap uang sebesar itu bisa membeli satu telepon seluler baru. Kemudian, pemerintah melakukan redenominasi rupiah dari sebelumnya Rp 1.000.000 menjadi Rp 1.000. Setelah redenominasi, uang baru senilai Rp 1.000 bisa dipakai membeli satu telepon seluler serupa.
      Secara teoretis hanya itulah yang akan terjadi setelah redenominasi, yang artinya penggunaan mata uang baru dengan tujuan menggantikan mata uang lama. Bedanya, angka nominal yang tertera pada mata uang baru akan menjadi lebih kecil, biasanya dengan mengurangi jumlah angka nol.
      Berdasarkan bukti empiris, jika syarat-syarat dipenuhi, redenominasi tidak akan mengurangi nilai penghasilan riil. Redenominasi juga tidak akan mengurangi kemampuan daya beli mata uang lama, yang akan digantikan dengan uang baru.
      Salah satu negara yang tergolong relatif sukses melakukan redenominasi adalah Turki, seperti tertulis dalam makalah ”The National Currency Re-Denomination Experience in Several Countries—a Comparative Analysis” oleh Duca Ioana, dosen dari Titu Maiorescu University Bucharest, Romania.
      Romania juga tergolong sukses melakukan redenominasi sehubungan dengan niatnya bergabung dengan zona euro. Steve Hanke adalah ekonom AS yang pernah mencoba menerapkan redenominasi pada akhir Orde Baru di Indonesia, tetapi batal. Namun, dia mengajari Bulgaria melakukan redenominasi yang tergolong berhasil.
      Juga dalam rangka persiapan memasuki keanggotaan Uni Eropa, walau agak berat, Turki memutuskan redenominasi pada tahun 1998.
      Setelah persiapan tujuh tahun, mulai 1 Januari 2005, pada awal tahun anggaran, Turki melakukan redenominasi terhadap lira. Redenominasi dilakukan di awal tahun anggaran dengan tujuan agar semua catatan pembukuan keuangan negara dan perusahaan langsung menggunakan mata uang baru dengan angka nominal yang lebih kecil.
      Setelah redenominasi, semua mata uang lama dikonversikan ke mata uang baru. Jika nama mata uang lama adalah lira Turki dengan simbol TL, maka mata uang baru diberi kode YTL yang artinya uang baru lira Turki. Huruf Y adalah singkatan dari yeni dalam bahasa Turki, yang artinya 'baru'.
      Kurs konversi adalah 1 YTL untuk 1.000.000 TL. Turki menghilangkan enam angka nol. Mata uang kertas lama TL memiliki angka nominal tertinggi, yaitu 20.000.000 TL, dan pada 1 Januari 2005 menjadi 20 YTL.
      Setelah redenominasi, Turki memiliki mata uang kertas baru, yakni 1 YTL (menggantikan 1.000.000 TL), dan 5 YTL, 10 YTL, 20 YTL, 50 YTL, dan 100 YTL.
      Turki memiliki uang kertas lama dengan nilai paling rendah 50.000 TL. Setelah 1 Januari menjadi 0,050 YTL alias 5 sen (5 YKr). Untuk mengakomodasi ini, Pemerintah Turki juga mengeluarkan uang logam pecahan, mulai dari 1 YKr, 5 YKr, 10 YKr, 25 YKr, dan 50 YKr.
      YKr adalah singkatan dari yeni kurus atau sen baru dalam wujud koin. Sebanyak 100 YKr setara dengan 1 YTL.
      Selain mengeluarkan mata uang keras 1 YTL, Turki juga mengeluarkan pecahan baru dalam bentuk koin setara 1 TRL yang nilainya setara dengan 100 YKr.
      Turki melakukan redenominasi lewat beberapa tahap. Tahap pertama, mata uang TL dan YTL tetap beredar secara simultan selama setahun. Setelah setahun, mata uang TL akan ditarik. Waktu setahun ini bertujuan agar warga memiliki waktu leluasa menggantikan TL ke YTL.
      Pada tahap kedua, seperti di banyak negara, setelah beberapa tahun, mata uang YTL dikembalikan menjadi TL. Dengan kata lain, penggunaan TL dengan angka nominal baru dipulihkan.
      Untuk membantu pengenalan mata uang baru dan untuk menghindari kebingungan dalam proses penggunaan YTL dari TL, dua mata uang dengan daya beli serupa itu dicetak dalam warna dan desain serupa. Misalnya, desain dan warga mata uang 1 YTL sama dengan 1.000.000 TL.
      Syarat sukses redenominasi Turki, sebelumnya Polandia dengan zloty, adalah keharusan negara pelaku redenominasi melakukan stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penolakan Redenominasi
      Dalam makalah yang berjudul ”Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations”, Layna Mosley dari Department of Political Science University of North Carolina Chapel Hill, NC, AS, mengatakan, redenominasi an sich tidak otomatis menurunkan inflasi.
      Hal itu juga dinyatakan Profesor Mike Kwanashie pada 5 Januari 2009. Mike, yang saat itu penasihat Pemerintah Nigeria, menunjukkan, Zimbabwe, Brasil, Argentina, Rusia, dan Ghana gagal dalam melakukan redenominasi karena kegagalan mengendalikan inflasi dan tak mampu mendorong pertumbuhan.
      Di Rusia, redenominasi bahkan dianggap sebagai instrumen tak langsung pemerintah merampok kekayaan rakyat. Dalam 85 tahun terakhir, ada 50 negara yang melakukan redenominasi. Negara pertama adalah Jerman pada tahun 1923 karena hiperinflasi dengan mengurangi 12 angka nol.
      Korea Utara pada akhir tahun 2009 melakukan redenominasi dengan menjadi 100 won menjadi 1 won. Namun, saat warga hendak menggantikan uang lama won ke uang baru, stok uang baru tidak ada. Melihat kegagalan banyak negara itu, dan menyadari Nigeria tidak siap melakukan reformasi ekonomi, Kwanashie menolak redenominasi atas naira Nigeria.
      ”Kurs yen Jepang berada di atas angka 100 per dollar AS. Apa masalahnya? Jepang tetap merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia,” kata Kwanashie.

Kesimpulan
      Dari pembahasan di atas dapat diketahui perbedaan antara denominasi dengan sanering. Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam hal ini, redenominasi hanya berusaha menyederhankan nilai matauang sekaligus nilai suatu barang. Ini dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta akan terasa lebih ringan dan sederhana. Sedangkan sanering adalah pemangkasan/ pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya beli rendah karena biaya yang terlalu terkesan mahal.
      Tujuan utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan penyederhanaan ini, setiap orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan transaksi karena pecahan mata uang yang harus dibawa dalam setiap melakukan transaksi tidak terlalu banyak. Dan tahapan dari redenominasi adalah tahap sosialisasi, tahap transisi, tahap penarikan uang lama, dan tahap pemantapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar